Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di
Bali bagian utara yang didirikan sekitar pertengahan
abad ke-17 dan jatuh ke tangan
Belanda pada tahun
1849. Kerajaan ini dibangun oleh
I Gusti Anglurah Panji Sakti dari
Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama
Den Bukit.
[sunting] I Gusti Anglurah Panji Sakti
I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde Pasekan adalah putra
I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke desa asal ibunya, Desa Panji.
I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun
1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena putra-putranya punya pikiran yang saling berbeda.
Kerajaan Buleleng tahun
1732 dikuasai
Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja
Karangasem 1780. Raja Karangasem, I Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya bernama I Gusti Paang Canang yang berkuasa sampai
1821.
[sunting] Perlawanan terhadap Belanda
Gusti Ngurah Ktut Jelantik, raja Buleleng, dalam pakaian berburunya.
Pada tahun
1846 Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih / Panglima Perang
I Gusti Ketut Jelantik. Pada tahun
1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan
angkatan laut Belanda di
Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda.
0 komentar:
Posting Komentar